RSUD Banyumas memilii sejarah panjang, dari zaman penjajahan bernama klinik Juliana, sekarang menjadi salah satu RSUD Rujukan bagi kawasan Banyumas Raya. Meskipun tidak berlokasi di kota kabupaten, Rumah sakit ini menjadi rujukan bahakan bagi RSUD yang berlokasi di kota kabupaten tetangga.
Sejarah RSUD Banyumas
( Sumber rsudbms.banyumaskab.go.id)
RSUD
Banyumas didirikan pada tanggal 1 Januri 1924. Pada waktu berdiri
diberi nama “ Burgerziekenhais te Banyumas “, yang lengkapnya bernama “
Juliana Burgerziekenhais “ atau lebih dikenal pada waktu itu sebagai
Rumah Sakit Juliana, dengan kapasitas TT 110 buah. Nama tersebut diambil
dari nama seorang putra mahkota Ratu Wilhelmina dari Belanda.
Tahun 1935 kota Kabupaten pindah ke Purwokerto, sehingga
RS memprihatinkan dan citranya menurun. Setelah berakhir masa
penjajahan Belanda di Indoensia ( 1941 ), maka rumah sakit ini menjadi
rumah sakit milik pemerintah pendudukan Jepang dan digantikan namanya
menjadi RSU Banyumas sampai dengan tahun 1945.
Tahun 1945 sampai
dengan 1947 menjadi rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Dati
II Banyumas. Kemudian diserahkan kepada pemerintah RI pada tahun 1950
dibawah Departemen Kesehatan (Pemerintah Pusat).
Tahun 1953 rumah sakit tersebut diserahkan pengelolaannya pada Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Banyumas.
Mulai tahun 1992 diadakan upaya perbaikan mutu pelayanan yang intensif
dengan penerapan Total Quality Management, Gugus Kendali Mutu,
Akreditasi dan tahun 2000 mulai mencoba menerapkan model akreditasi
dengan standar internasional meng-adopt sistem yang dikembangkan oleh
ACHS, Australia yaitu EQuIP (Evaluation Quality Improvement Program)
sehingga dapat mencapai berbagai prestasi.
Tahun 1993 RSU Banyumas
naik kelas dari Rumah Sakit Kelas D menjadi Kelas C pada tanggal 19
Januari 1993 melalui SK Menkes RI No. /Menkes/SK/I/1993.
Tahun 2000
RSU Banyumas naik kelas dari Rumah Sakit Kelas C menjadi Kelas B Non
Pendidikan pada tanggal 28 Juli 2000 dengan SK Menkes RI No.
115/Menkes/SK/VII/2000.
Tahun 2001 RSU Banyumas ditetapkan menjadi
RS Kelas B Pendidikan oleh Menteri Kesehatan dengan SK No.
850/Menkes/SK/VIII/2001 tangal 5 Oktober 2001, pengelolaannya masih di
bawah kendali Pemerintah Daerah KAbupaten Banyumas dan menjalin ikatan
kerjasama dengan Fakultas Kedokteran UGM sehingga menjadi salah satu
dari tiga Rumah Sakit Pendidikan Utama FK UGM, selain RSUP dr. Sardjito
Yogyakarta dan RSU Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Tahun 2008 RSUD Banyumas ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah
)Dan inilah salah satu keunggulan itu, gedung yang baru dibangun ini adalah Gedung Talasemia petama di Indonesia
(25 Juni 2015, KOMPAS.com) Rumah sakit khusus penderita talasemia resmi dibangun di Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah. Pembangunan gedung RS khusus penderita kelainan
darah ini merupakan yang pertama di Indonesia.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas Siswanto Budiwiyoto mengatakan, rumah sakit yang dibangun nantinya akan melayani 300 orang pasien talasemia. Selain itu, RS khusus ini juga akan diproyeksikan menjadi rumah sakit pendidikan.
"Perawatan pasien talasemia saat ini masih dilakukan di RSUD Banyumas sejak 5 Maret 2009. Saat ini, sudah ada 275 penderita yang rutin transfusi atau terapi. Dengan pelayanan Ne Say Service kami," kata dia, Kamis (25/6/2015).
Bupati Banyumas Ahmad Husein mengatakan, dana pembangunan RS khusus ini merupakan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebanyak Rp 6,5 miliar. Pembangunan gedung khusus penderita talasemia ini diklaim yang pertama di Indonesia.
Menurut Husein, di Banyumas tidak ada orang yang menderita talasemia. Namun, di wilayah tetangga, pasien penderita penyakit kian bertambah banyak.
"Tidak ada di Banyumas, tapi ada dari kabupaten tetangga," paparnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun menyambut baik pendirian rumah sakit ini. Bagi Ganjar, penderita talasemia itu semula memang tidak diketahui. Namun, lambat laun penderita ini teridentifikasi, kemudian dikumpulkan jadi satu.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas Siswanto Budiwiyoto mengatakan, rumah sakit yang dibangun nantinya akan melayani 300 orang pasien talasemia. Selain itu, RS khusus ini juga akan diproyeksikan menjadi rumah sakit pendidikan.
"Perawatan pasien talasemia saat ini masih dilakukan di RSUD Banyumas sejak 5 Maret 2009. Saat ini, sudah ada 275 penderita yang rutin transfusi atau terapi. Dengan pelayanan Ne Say Service kami," kata dia, Kamis (25/6/2015).
Bupati Banyumas Ahmad Husein mengatakan, dana pembangunan RS khusus ini merupakan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebanyak Rp 6,5 miliar. Pembangunan gedung khusus penderita talasemia ini diklaim yang pertama di Indonesia.
Menurut Husein, di Banyumas tidak ada orang yang menderita talasemia. Namun, di wilayah tetangga, pasien penderita penyakit kian bertambah banyak.
"Tidak ada di Banyumas, tapi ada dari kabupaten tetangga," paparnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun menyambut baik pendirian rumah sakit ini. Bagi Ganjar, penderita talasemia itu semula memang tidak diketahui. Namun, lambat laun penderita ini teridentifikasi, kemudian dikumpulkan jadi satu.
Ini RSUD yang terus berkembang. Dan meningkatkan kualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar